Di sebuah ruangan kelas salah satu perguruan tinggi:
Jam 7.56 pagi hari.
Ruang kelas berisi 40 orang mahasiswa. Mata kuliah Agama
Islam.
Satu orang dosen mata kuliah. Satu buah meja dosen. Satu
buah kursi dosen. Satu buah papan tulis. Satu buah LCD. Satu buah layar LCD.
(yang lain silahkan anda bayangkan dan anda diskripsikan sendiri sesuai
keinginan anda. Pokoknya bayangkan saja itu adalah ruang kuliah bukan kandang
sapi, dan anda harus setuju)
Dosen berkata: “duhai para mahasiswaku yang berbahagia,
sesungguhnya agama kita yaitu Islam ini adalah agama yang sempurna, agama yang
damai dan agama yang rahmatan lil ala……………”
Mahasiswa meneruskan “Miiiiiiiiiiiiiiiiiinn………”
Dosen lagi: “maka dari itu jika ada orang yang
berlaku terror dan intimidasi dengan mengatasnamakan Islam sungguh orang itu
telah keluar dari nilai-nilai Islam itu sendiri. Gimana, setuju?”
32 mahasiswa menjawab: “setujuuuuuuuuuu…………”
2 mahasiswa mnjawab: “setuju paaaaaaakkkk….”
1 mahasiswa menjawab: “setubuuuuuuuuuuuhhh… alias setuju
buahnget pakk”
5 mahasiswa tidak menjawab dengan rincian sebagai berikut: 2
orang sedang bercumbu rayu di pojok kelas dan 3 sisanya tidur. (nb. Yang tidur
ngiler 1 orang)
Dosen ngomong lagi: “dan beruntunglah kita semua,
kita saat ini tinggal di sebuah negara yang memiliki iklim kondusif, sehingga
kita saat ini masih dapat memeluk Islam dengan bebas, kita masih bisa
melaksanakan syariat-syariat Islam, betul kan?”
39 mahasiswa diam. 1 mahasiswa menjawab: “tapi gak
semua syariat Islam bisa dijalankan to pak???”
(untuk selanjutnya mahasiswa disingkat M, dosen disingkat D)
D: “yaa… memang betul, tapi memang negara kita bukan
negara Islam to!!”
M: “yaa tapi kan bapak tahu syariat Islam harus
dijalankan oleh semua umatnya tanpa pandang bulu to pak, dan Islam pun
bertentangan dengan demokrasi dan saya kurang setuju jika bapak mengatakan saat
ini kita telah memeluk Islam dengan bebas”
D: “iya bapak tahu semua itu, bapak tahu, tapi
bukankah dalam demokrasi itu banyak yang positif?. Kamu tahu dalam demokrasi
itu kan ada yang namanya musyawarah, nah dalam Islam itu juga ada yang namanya
musyawarah dan itu pernah kok dicontohkan Rasul. Lagipula demokrasi yang ada di
Indonesia bisa disebut dengan teodemokrasi yaitu demokrasi yang masih mengikuti
nilai-nilai ketuhanan. Jadi menurut bapak itu ga masalah”
M: “oooo begitu pak ya? Gini ja, bapak tau kambing
pak?”
D: “iya bapak tau kambing, terus kenapa sama kambing?”
M: “kambing itu juga ada positifnya lo pak. Kambing
bisa ngobatin darah rendah, rasanya enak lagi, kambing juga punya dua kaki dan
kepala to pak, sama dengan bapak yang punya kaki dan kepala. Terus apa bapak
mau bapak disamakan dengan kambing???”
D: “maksud kamu apa?”
M: “maksud saya pak, bapak tidak bisa dong menyamakan
demokrasi dengan Islam itu karena ada satu point yang sama, kalo memang semua
bisa disamakan hanya karena satu point yang sama, berarti ya bapak sama aja
sama kambing, sama-sama punya kaki dan kepala. Dan satu lagi pak namanya
kambing dipakein baju tetap aja itu kambing, ga bakal berubah jadi manusia.
Begitu juga yang namanya demokrasi dipakein embel-embel teo atau agama tetap
aja itu sistem rusak ga bakal berubah jadi sistem yang baik berarti kambing
yang pake baju tadi bisa juga berubah jadi orang??? Yaaa bapak kawin aja sama
kambing yang pake baju”
D: “kamu bapak diam-diamkan semakin kurang ajar aja,
kalo kamu ga suka dengan bapak silahkan kamu keluar dari ruangan ini dan tidak
usah lagi ikut mata kuliah saya”
M: “ya udah pak, ga masalah kok, lagian siapa yang
mau diajar sama kambing?? He he he”
(nb. Sambil berjalan meninggalkan ruang kuliah)
Pletak, pletak, dua batang kapur bterbangan kea rah
mahasiswa tersebut.
## Asta La Victoria Siempre –republik mafioso-
0 komentar:
Posting Komentar