Wafey Nafla. Diberdayakan oleh Blogger.
RSS

Demokrasi Tersandera?

Menyingkap Misteri 2¼ Abad (1783 M – sekarang)
“Masyarakat ini mewakili cita-cita umat manusia dan akhir tujuan mereka!” Demikian kata presiden legendaris Amerika Serikat, Abraham Lincoln (1860-1865), tentang negaranya. Kiranya kita sangat bisa memahami mengapa sang presiden berbicara demikian. Amerika Serikat saat itu menjadi perbincangan dunia karena merupakan negara tempat seluruh ide revolusi yang meledak di Eropa pada akhir abad XVIII M diimplementasikan.

Pada tahun 1783, ketika masyarakat Eropa muak pada monarki, sikap kesewenang-wenangan raja dan gereja, serta gaya hidup manja kaum bangsawan, pantai timur benua Amerika malah menampung seluruh ide kemuakan itu dan mewujudkannya dalam sebuah negara baru yang mewakili cita-cita mereka. Kepala negara dari negara baru itu bukan lagi raja, yang mewarisi kekuasaan turun temurun, tetapi presiden, yang dipilih rakyat secara langsung. Kedaulatan di negeri itu bukan lagi di tangan raja dan gereja, yang merasa mengemban amanah Tuhan tapi kenyataannya hanya menggunakan kedaulatan itu untuk menindas rakyat, tapi dinyatakan sebagai milik rakyat sendiri. Aktivitas ekonomi dinyatakan sebagai hak seluruh rakyat, bukan lagi dominasi tuan tanah dan bangsawan sebagaimana pada masa sebelumnya. Negara Amerika Serikat adalah milik seluruh rakyat. Itulah gambaran dari sebuah negara yang diangankan masyarakat dunia Barat saat itu, yang kemudian dibanggakan oleh Presiden Abraham Lincoln, beberapa puluh tahun setelah negara itu berdiri. Negara demokrasi. Begitulah orang menyebutnya. “Democracy is from the people, by the people, and for the people!” begitulah kata Abraham Lincoln yang sampai kini terus dikenang, tak hanya oleh rakyat Amerika Serikat, tapi bahkan oleh dunia.

Hanyalah Prancis, dengan Revolusi Prancis-nya, yang berhasil “menyaingi” Amerika Serikat dalam demokrasinya. Itupun munculnya “belang-belang”, berselang-seling dengan kediktatoran. Prancis larut dalam perang demi perang yang mengembalikan negeri itu ke dalam penindasan dan pemerintahan otoriter. Praktis Amerika Serikat-lah yang saat itu menjadi tatapan mata dunia. Amerika Serikat adalah “dunia baru”, tempat seluruh impian bisa digapai, karena di sana rakyat berdaulat. Seperti itulah gambaran negeri itu di abad XIX M. Sangat wajar kalau banyak penduduk Eropa, dari berbagai bangsa, berbondong-bondong menuju tanah impian itu. Dan setelah Amerika Serikat diakui sebagai “teladan dunia”, pelan tapi pasti negara-negara Eropa bergeser dari kerajaan menuju demokrasi.

Negara demokrasi. Itu pulalah yang menjadi teriakan dalam reformasi di Indonesia tahun 1998. Sebelumnya, Indonesia dianggap sebagai “kerajaan feodal Jawa” dibawah pemerintahan “Raja Soeharto”. Maka yang terjadi di tahun itu hanyalah ulangan apa yang terjadi di Amerika dan Eropa dua abad sebelumnya. Dan itu pula yang melanda seluruh Eropa Timur dan Rusia pada waktu sekitar jatuhnya Uni Soviet. Rakyat menghendaki bergeser dari negara totaliter otoritarian menuju negara demokrasi. Negara-negara berkembang, seperti India dan Philipina, saat ini juga dikenal sebagai negara demokrasi.

Demokrasi. Demokrasi. Demokrasi…. Itulah kata yang terus bergaung selama dua seperempat abad ini di berbagai belahan dunia. Namun, bagaimana keadaan berbagai negeri demokrasi saat ini? Marilah kita berkeliling, mengunjungi negeri-negeri tempat demokrasi diimplementasikan. Selanjutnya kita cermati, apakah negeri-negeri itu menjadi permata dunia, yang lebih maju, adil, dan beradab?
***

Kita awali dari sang perintis demokrasi, Amerika Serikat (AS). Apakah AS sekarang menjadi negeri yang semakin bisa dibanggakan? Apakah AS sekarang merupakan gambaran “negara ideal”? Di negeri ini tampaknya memang ada kebanggaan tersendiri karena AS menjadi simbol kemajuan dunia. Negara Amerika Serikat sekarang telah menjadi pusat percaturan politik, ekonomi, dan teknologi dunia. Markas PBB bahkan berada di New York. Semua berangkat dari berbagai kejadian sepanjang abad XX. Setelah kerajaan-kerajaan di Eropa tercerai berai karena Perang Dunia I, sementara negara-negara diktator hancur dalam Perang Dunia II, sedangkan negara-negara totaliter komunis berguguran seputar dekade 90-an, Amerika Serikat justru melesat menjadi adikuasa tunggal. Bahkan saat ini, Kongres, tempat rakyat AS biasa menyalurkan aspirasi mereka, telah “sangat biasa” menentukan kebijakan PBB.

Namun, apakah itu berarti semua idealisme yang menjadi impian saat AS berdiri telah berhasil dicapai? Yang terjadi ternyata sebaliknya.

Ternyata bidang politik dan ekonomi di negeri itu tak mencerminkan kedaulatan rakyat tapi “kedaulatan konglomerat”. Jabatan-jabatan politik, baik tingkat pusat, provinsi, maupun distrik, baik legislatif maupun eksekutif, bukan lagi terasa sebagai hak seluruh rakyat tapi hak para konglomerat atau pihak yang mendapatkan dukungan dari kalangan superkaya itu. Memang rakyat berpartisipasi dalam pemilu, tapi itu karena mereka terpaksa harus memilih diantara dua pilihan, yaitu calon dari Partai Republik dan calon dari Partai Demokrat. Sementara seluruh calon dari kedua partai itu untuk bisa maju harus mendapatkan dukungan finansial yang sangat besar dari para konglomerat. Faktanya, rakyat seringkali tertipu. Mereka memilih berdasar informasi media (milik kongkomerat pendukung kandidat) yang sangat memuji kandidat, tapi setelah para kandidat itu terpilih ternyata kualitas mereka tak sebaik yang diberitakan. Mereka kagum pada kepedulian Jimmy Carter pada hak asasi manusia, tapi yang mereka dapati hanyalah seorang presiden yang cengeng dalam politik luar negerinya. Mereka muak dan akhirnya memilih Ronald Reagan tapi ternyata dia hanyalah seorang yang membuat utang negerinya membengkak tiga kali lipat. Di awal abad XXI ini, presiden mereka, George W. Bush, adalah “Hitler abad XXI”, manusia tanpa empati.

Impian untuk merasa bebas dan berdaulat ternyata juga tak sebagaimana harapan. Media, milik konglomerat, yang mendominasi berita dan informasi, tak sekedar mendikte rakyat dalam masalah politik dan ekonomi, tapi juga menjadikan rakyat sebagai objek komersial. Televisi dipenuhi dengan tayangan hiburan yang merusak, gaya hidup mewah, dan kekerasan. Sangat wajar jika kondisi moral generasi kian rusak. Sementara di saat yang sama, para tokoh agama semakin kurang diperhatikan, kecuali mereka yang bersedia berkompromi dengan media walau dengan bayaran hilangnya idealisme mereka.

Gambaran moralitas masyarakat AS dewasa ini ternyata demikian mencengangkan. 93% berpendapat bahwa tak seorang pun yang menjadikan satu ketentuan pegangan moral dalam hidup mereka. 84 % menyatakan bersedia menentang ajaran agama mereka dan 81 %-nya bahkan benar-benar telah menentangnya. 38 % di antara mereka merasa membaur dengan orang-orang yang tak mereka sukai. 29 % sering mempunyai perasaan bahwa mereka penjahat, penipu, dan munafik. 91 % menyatakan bahwa berbohong telah menjadi perilaku dan kebiasaan hidup mereka. 20 % menyatakan bahwa mereka tidak meninggalkan berbohong meski hanya satu hari. 31 % orang yang telah berumah tangga tetap melakukan hubungan seksual dengan pasangan lain. 62 % berpendirian bahwa hubungan seksual dengan pasangan lain sah-sah saja dilakukan. 39 % menyatakan bahwa mereka pernah melakukan kejahatan yang berbeda selama hidup mereka.

Inilah AS, sang perintis demokrasi. Bagaimana dengan Eropa Barat, yang terinspirasi oleh Revolusi Amerika dan Revolusi Prancis? Eropa Barat terdiri dari negara-negara maju. Proses-proses demokrasi juga selalu dilangsungkan. Parlemen leluasa memperingatkan presiden atau perdana menteri, sebagaimana ditekankan dalam demokrasi, juga hal biasa. Namun, “kedaulatan orang kaya” tampaknya juga cukup menggejala. Kesenjangan sosial dan rusaknya moralitas juga hal biasa. Perceraian dan orang tua tunggal lebih dari 50 % di Swedia. Bentrokan etnis dan rasialisme cukup terasa di Prancis dan Italia. Homoseks sangat biasa bahkan dilegalkan di Belanda. Gereja-gereja ditinggal umatnya hampir di seluruh Eropa Barat. Orang-orang jompo diserahkan oleh anaknya ke panti jompo menjadi pemandangan yang lumrah di Eropa.

Bagaimana dengan belahan dunia lainnya? Di Eropa Timur, partai-partai yang mengusung demokrasi dan menjatuhkan komunisme dulu mulai diragukan. Ini karena hasil karya mereka adalah “kedaulatan orang kaya baru”. Kesenjangan sosial dan kerusakan moral semakin membudaya. Di India, Pakistan, Bangladesh, dan Philipina, jurang pemisah kaya miskin demikian tinggi. Syarat potensial jadi pemimpin di negara-negara itu juga cukup aneh, yaitu bapak atau suaminya terbunuh. Lihat saja: Benazir Bhutto, Begum Khaleda Zia, Hassina Washeed, Cory Aquino, atau Sonia Gandhi.

Bagaimana dengan Indonesia? Kita tahu sendiri bagaimana negeri ini. Betapa jarang kita membaca headline surat kabar dengan gembira, kecuali menghibur diri dengan rehat atau komentar pojok.
Itulah fakta mayoritas dari peta dunia sekarang, negeri-negeri penganut demokrasi: aneka ragam problem.

Tentu patut kita bertanya-tanya: Mengapa yang terjadi pada dunia saat ini tak seindah “kampanye” yang dilakukan oleh Sang Demokrasi dua seperempat abad silam? Mengapa kenyataannya tak seindah “janji-janji”-nya?
***

Salahkah Mr. Demokrasi…? Tunggu dulu!
Kiranya kita harus jeli untuk tidak terburu menyalahkan Demokrasi. Satu hal yang perlu kita ketahui, ketika Demokrasi tampil sebagai “pendekar penyelamat dunia” di akhir abad XVIII M lalu, ia tidak sendirian. Masih ada beberapa “pendekar” lain yang tampil, yaitu Sekularisme, Liberalisme, dan Kapitalisme. Padahal, selama ini banyak pihak yang mengatakan bahwa ketiga isme inilah yang telah mengacak-acak dunia. Sekularisme dianggap telah menjadikan lemahnya peran agama dan terjadinya kerusakan moral. Liberalisme dinyatakan menjadikan semua orang ingin bebas, berani menentang agama, dan tak peduli pada nilai-nilai. Kapitalisme dikatakan menjadikan kesenjangan sosial dan kedaulatan konglomerat. Walau begitu, tampaknya harus kita akui: selama ini Demokrasi memerintah dunia dengan “berkoalisi” dengan ketiga “pendekar” itu.9 Padahal, bukankah dengan itu ia harus rela memahami “pandangan” mereka, mentoleransi “sikap” mereka, bahkan membiarkan “sepak terjang” mereka dalam banyak hal?

Yang sangat penting kita cermati, selama dua seperempat abad ini tampaknya secara umum diakui bahwa Sang Demokrasi-lah yang menjadi “pemimpin” di dunia, bukannya ketiga “sosok” lainnya tadi. Terbukti yang paling sering disebut media dunia adalah negara demokrasi, bukannya negara sekular, negara liberal, atau negara kapitalis. AS juga lebih sering menyebut diri sebagai negara pengemban demokrasi, bukan lainnya. Hanya saja, dengan fakta ini, kiranya sangat wajar kalau ada pihak yang menjuluki Demokrasi sebagai “pemimpin” yang peragu dan tidak tegas. Alasannya, bukankah warna dunia selama dua seperempat abad ini lebih diwarnai kiprah Sekularisme, Liberalisme dan Kapitalisme? Bukankah seringkali muncul kritik bahwa negara atau masyarakat terlalu sekular, liberal, dan kapitalis, tapi kurang demokratis? Artinya, bukankah Demokrasi kalah peran dibanding para “pendamping”-nya? Memahami hal ini, tentu kita layak bertanya-tanya:

Bagaimana “peta politik” dunia selama dua seperempat abad ini sebenarnya? Benarkah ketiga “sosok” itu yang merusak dunia? Apakah Demokrasi “bersahabat dekat” dengan mereka? Atau Demokrasi mungkin “bertempur” dengan mereka tapi kalah? Atau Demokrasi berusaha bertindak “arif” dengan memberikan “jalan tengah” tapi gagal? Atau jangan-jangan Demokrasi menjadi korban atas sikap akomodatifnya sendiri? Atau Demokrasi kebingungan karena selalu kalah cepat? Apakah Demokrasi harus melakukan “reshufle” kabinet isme-isme? Apakah kita harus membebaskan Demokrasi dari mereka? Kalau iya, lantas Demokrasi harus bersekutu dengan siapa? Apakah kita harus menciptakan dan mendukung “koalisi” baru?

Atau jangan-jangan Demokrasi salah, sehingga kita dengan berat hati harus memberinya peringatan? Namun, bukankah Demokrasi pahlawan kita? Tapi, bagaimana dengan sebagian pihak yang mempertanyakan kepahlawanannya? Bagaimana pula dengan kalangan yang bahkan ingin melengserkan Demokrasi?

Apa yang sebenarnya terjadi? Dan apa yang seharusnya kita –-penduduk dunia— lakukan?

Faktanya, Demokrasi ternyata memang pro sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme. Bahkan alat “mereka bertiga”. Ini karena beberapa hal:

Sejarah tegaknya sekularisme, liberalisme, kapitalisme, dan demokrasi pada dua revolusi (AS dan Prancis) bersifat satu kesatuan untuk melawan monarki absolut dan kekuasaan gereja. Kata kedaulatan rakyat saat itu sebagai lawan dari kedaulatan penguasa dan kedaulatan Tuhan.
Demokrasi menuntut adanya kebebasan berpendapat, kebebasan berperilaku/ berekspresi, dan kebebasan beragama, dan kebebasan kepemilikan. Ini adalah “prinsip-prinsip mutlak” tanpa ada nilai lain di atasnya. Ini akan membuat sekularisme, liberalisme, dan kapitalisme otomatis akan mendapat lahan subur.

Demokrasi mengajarkan pembangunan nilai dan aturan dari suara mayoritas. Ini akan membuat lemahnya agama karena suara ulama tidak lebih dihargai dibanding penjudi. Sebaliknya terjadi dominasi kapitalisme karena para kapitalislah yang otomatis menguasai suara.
readmore »»  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Fathimah Az-Zahra'

betapa mulianya Fathimah
karena dalam dirinya terbit dari tiga arah
Putri siapakah dia; istri siapakah dia; dan ibu siapakah dia?
tidak ada yang lebih mendekati kemuliaan ayahnya
selain dirinya
dia adalah putri kesayangan sang makhluk pilihan
dan sang penebar hidayah bagi mereka yang menghendakinya
ayahnya adalah rahmat bagi seluruh alam
dan idola hidup di dunia
ayahnya telah membangkitkan jiwa-jiwa yang tertidur lelap
dengan kekuatan spiritualnya
seolah dia menghidupkan kembali
jiwa-jiwa yang tertidur setelah matinya
dengan memulai sejarah kehidupan baru
laiknya pengantin yang memulai kehidupan barunya
suami Fathimah
adalah orang yang disinggung dalam surat "Hal ataa"
dialah mahkota yang lebih cemerlang
daripada sinar mentari di waktu Dhuha
dialah sang pemberani yang berkat pertlongan Allah
mampu menyngkirkan segala kebatilan dan kedzaliman
dengan pedangnya
rumahnya adalah gubuk dan harta kekayaannya
adalah pedang yang selalu disandangnya
namun dalam keluarga Fathimah
tumbuh dua generasi cemerlang hasil didikan dirinya
yakni kedua anaknya
sang pemimpin para mujahid dan sang perekat persatuan umat
Fathimah adalah figur contoh bagi para ibu
dan teladan dalam segala kemuliaan hidup
Hasanlah yang mengembalikan persatuan umat
setelah sebelumnya mengalami perpecahan
Hasan pernah menyingkir dari pengikutnya
sedang Husain termasuk orang-orang yang shalih dan mulia
yang sangat bersih dan murah hati tabiatnya
readmore »»  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

"Uqdatul Kubro"


Uqdatul Kubro adalah beberapa pertanyaan mendasar yang sangat perlu dijawab, bahkan harus dijawab.
Karena selama pertanyaan ini belum dijawab, manusia seolah tersesat tanpa tujuan yg tidak jelas dan tidak akan berjalan didunia ini dengan tenang...
karena jawaban yang akan kita temukan itu akan menjadi landasan kehidupan pada masa-masa selanjutnya...
pertanyaan tersebut adalah..
1) dari manakah manusia dan kehidupan ini?
2) untuk apa manusia dan kehidupan ini ada?
3) akan kemana manusia dan kehidupan setelah ini?

seseorang atau suatu kaum yang beriman dan memiliki akal maka akan menjawab dengan
'dibalik alam ini ada Sang Pencipta, yang mengadakan seluruh alam, termasuk dirinya, memberi tugas/amanah kehidupan pada manusia dan kelak akan ada kehidupan lain setelah dunia ini yang disana akan terjadi penghisaban (perhitungan) seluruh perbutannya di dunia baik itu perbuatan yang mndapatkan pahala (segala yang diperintahkan oleh Allah SWT) yang ganjarannya adalah syurga apabila timbangan pahalanya lebih berat, dan pula perbutan yang mendapatkan dosa (segala yang dilarang oleh Allah SWT) yang ganjarannya adalah neraka apabila timbangan dosa kita lebih banyak.

intinya..
saudara(i)Q dikesempatan yang masih diberikan oleh Allah ini ayolah kita gunakan sebaik-baiknya..
karena waktu takkan pernah kembali walau sedetikpun....maka menyesallah kita jika semua sudah terlambatt...
mari kita berlomba-lomba memperbanyak amal kita, untuk bekal sesudah kehidupan didunia ini... agar kita termasuk orang-orang yang beruntung...
bukan orang-orang yang tidak memanfaatkan waktu sebaik mungkin.

"sesungguhnya Allah tidak akan mengubah 'keadaan' suatu kaum sebelum kaum itu sendiri sendiri mengubah apa yang ada pada diri mereka" (QS Ar Ra'd; 11)

d'kutip dari bku
Materi Dasar Islam
Islam Mulai dari Akar ke Daunnya

Al-Azhar
readmore »»  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Sahabatmu, Inspirasimu..


Setiap orang pasti butuh orang lain untuk bisa menjalani kehidupan. Seorang teman atau sahabat menjadi sosok yang sangat penting keberadaannya selain keluarga. Dia bisa menjadi tempat bagi kita untuk berbagi kesedihan atau suka, tangis atau tawa. Dia bisa menjadi partner untuk kita berbagi cerita, pengalaman, pendapat, hobi, benci, dan cinta.
Sahabat hadir sebagai cermin bagi kita, untuk berpikir dan merasa. Dia menjadi inspirasi bagi kita dalam bertindak dan berucap. Tapi, sayangnya gak semua orang bisa menjadi cermin yang layak bagi para sahabatnya mengaca. Gak semua orang bisa menjadi inspirasi yang baik, jadi teladan bagi para sohibnya.

Coba lihat deh, orang-orang yang terlibat kasus narkoba kan gak semuanya orang-orang yang punya masalah. Kayaknya harus direvisi deh kalo ada yang beranggapan kalo kebanyakn orang-orang yang junkie itu produk broken home, anak-anak yang gak cukup kasih saying ortu, lalu memilih drugs jadi pelarian. Banyak juga ternyata yang awalnya anak baik-baik, alim, baik hati, pemalu, dan gak sombong, ortu adem ayem,tapi terjerat drugs juga. Kok bisa ya?

Ada juga kasus seorang cewek yang akhirnya buka kerudung dan kembali mengumbar aurat. Padahal ortunya bahagia banget anak perempuannya bisa tampil cantik dengan ditemani ridho Illahi. Saudara-saudaranya walaupun gak semua secara lisan mendukung, paling gak diam, gak sampai nyela. Ortu mendukung. Saudara-saudara juga fine-fine aja, terus kenapa juga si cewek jadi nekad kembali umbar aurat??

Terus, masih inget kasus genk cewek Nero? Heboh dan bikin geger! Masa’ sih cewek, makhluk halus eh makhluk yang diciptakan Allah SWT. Dengan kehalusan rasa bisa tampil sangar ala bintang SamckDown?? Ngeri banget!! Bukan berarti cowok jadi boleh punya genk yang main kasar kayak gitu ya. Cowok memang diciptain Allah dengan kekuatan fisik lebih, tapi untuk perannya yang melindungi dan mengayomi bukan untuk main hantam. Nah, balik ke kasus Genk Nero. Gimana bisa cewek-cewek imut itu jadi kayak monster??

Fenomena lain nih yang paling banyak dijumpai adalah para remaja yang asyik dan santai merokok. Kayaknya enjoy gitu menghisab batang rokok yang sejatinya sumber penyakit! Gak mikir uang yang dibelikan rokok adalah hasil kerja banting tulang emak sama bapak. Gak mikir kalo tubuh-tubuh muda mereka yang segar itu mereka bikin rapuh. Bisa ya??

Para junkies, cewek yang membuka kerudung, cewek-cewek Genk Nero,dan para remaja yang addict rokok adalah sebagian kecil fenomena yang ada karena inspirasi persahabatan. Miris? Iya memang. Teman, sahabat, karib, best friends, atau apapun panggilan kita untuk seorang sahabat seharusnya kan bisa menjadi inspirasi kebaikan bukan keburukan, bukan kemaksiatan. Persahabatan itu seharusnya bisa menjadi salah satu pintu bagi cahaya hidayah Allah SWT. datang, bukan sebagai pintu bagi jalan kesesatan.

Sedih banget deh pastinya kalo kita punya sahabat kayak gitu. Awalnya kita enjoy punya seseorang yang kita anggap udah bisa kasih solusi, tapi ternyata malah bikin susah dunia-akhirat. Bikin kita nyesel. Penyesalan kan emang datangnya selalu belakangan. An-Nabthi seorang penyair pernah menulis:

“Waspadalah terhadap teman kesenangan
Anggaplah mereka musuh
Teman selagi ada kenikmatan
Saat kau lewat, tak mau mereka member salam”


Tips Bersahabat
Kenapa kita gak ambil langkah preventif? Kita pilah dengan cermat mana yang emang pantas dijadiin sahabat, baru ambil pilihan. Mau pilihannya valid? Pake donk standar yang juga valid, yang Al-Qur’an dan As-Sunnah. Mau tau gimana ciri-ciri orang yang layak dijadiin sahabat versi Al-Qur’an dan As-Sunnah? Nih dia!
1. Mencintai kita karena Allah
2. Mau saling mengunjungi karena Allah
3. Mau saling member karena Allah
4. Mau saling menasehati dan membantu dalam kebenaran
5. Selalu mendo’akan kita saat kita tidak bersamanya
6. Melindungi kehormatan kita, menutupi aib kita saat kita tidak bersamanya

Persahabatan itu saling memberi yang terbaik, bukan saling menuntut yang terbaik. Makanya, untuk punya sahabat yang mampu memberikan inspirasi di jalan kebenaran, kita kudu lebih dulu jadi sahabat yang inspiratif seperti itu. Kita harus mau berusaha untuk menjadikan diri kita sosok sahabat yang emang layak memberikan inspirasi yang mencerahkan.

Caranya?? Never ending learning to get never ending improvement. Belajar tentang apa? Ya, belajar tentang Islam. Islam sebagai jalan hidup bukan hanya Islam yang hanya label di KTP. Karena, dengan begitu kita sejatinya pun sedang belajar tentang hidup. Hidup yang indah sebagai anak dari ortu kita, sebagai murid dari guru-guru kita, dan sebagai sahabat dari teman-teman yang mencintai kita. Dengan begitu, Insya Allah kita bisa menjelmakan diri kita sebagai cermin yang bening yang bisa di andalkan sahabat-sahabat kita mengaca tentang diri mereka.

Rasulullah saw bersabda: “Seorang mukmin adalah cermin mukmin yang lain. Seorang mukmin adalah saudara mukmin yang lain, dimana saja dia bertemu dengannya, ia akan mencegah tindakan yang mencemari kehormatan saudaranya, dan akan melindunginya dari baliknya.” (HR Abu Dawud dan al-Bukhari, dengan isnad hasan dari Abu Hurairah)

Sulit? Berat? Pasti. Namanya juga jalan ke surga, mana ada yang gampang. Apalagi ke surge pengennya sama-sama, harus mau usaha lebih donk ya. Segala yang indah, termasuk persahabatan yang menginspirasi kebajikan, itu perlu diperjuangkan, dude! Perjuangan yang gak bakal sia-sia, karena balasannya surga. Indah!
readmore »»  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Jangan Terbuai Oleh Perasaan

♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥

Sebagai kaum yang senantiasa dianggap lemah, wanita harus berjuang keras menampilkan sosok yang patut dihargai dan dihormati.

Masih berbicara tentang wanita. Sebagai seorang wanita, janganlah mudah meminta untuk dikasihani. Wanita yang kuat akan selalu bangkit ketika ada masalah dan tidak terpuruk terlalu lama didalamnya. Dan dalam menjalankan apapun, hendaknya lebih memilih berpikir dengan logika daripada perasaan meskipun pada kenyataan, kita sebagai wanita cenderung menggunakan perasaan dibandingkan logika.

Sejatinya, kita harus berpikir tentang baik buruknya suatu hal yang sedang dan akan berlangsung di hidup kita. Bila dikatakan hidup itu rumit, melelahkan, sulit dan sebagainya... Hal itu tak sepenuhnya benar. Meski terkadang, saya pribadi suka mengalami kerumitan dalam hidup yang membuat saya down. Namun ternyata jika ditelisik lagi, Hidup ini terlalu singkat untuk dibuat rumit.

Ada hal dimana, kita harus rehat sejenak... Menghirup udara segar, sambil memejamkan mata dan menikmati angin berdesir yang itu semua membuat beban kita terasa lepas. Sekali lagi, kejenuhan dan keletihan dalam menghadapi aktivitas harian rasanya tidak bisa disangkal oleh kita. Siapapun bisa merasakannya... Seperti kita, yang terlahir sebagai seorang wanita. Ada saja yang membuat perasaan gundah gulana, sedih, kecewa, marah dan sebagainya. Terlebih, bila kejenuhan hati tengah kita rasakan... Banyak yang memutuskan untuk "menghilang dari peredaran". Saya mengerti akan hal itu, memang butuh waktu-waktu tertentu untuk kita rehat sejenak. Menghindar dari segala kerumitan yang ada, yang tentu timbul dari sebuah perasaan.

Sekali lagi, saya hanya ingin menjalani sesuatu sesederhana mungkin dan tidak ingin terbuai dengan perasaan saya saja karena saya merasa bahwa kaum wanita kadang menjadi korban dari buaian perasaannya. Semuanya itu boleh saja sih, tapi jangan berlebihan karena sesuatu yang dilakukan secara berlebihan hasilnya belum tentu baik. Betul khan?

Kita harus memiliki standar sendiri untuk memilih hal yang sekiranya baik untuk kehidupan kita. Seperti halnya saya, tentu tidak akan bertahan apabila saya tidak merasa dihargai dengan layak dalam hal apapun. Karena itu sifat dasar manusia. Butuh sebuah penghargaan. Tapi, apa jadinya jika hal yang kita inginkan itu tak bisa terwujud? Kalau mengikuti kata perasaan, tentu yang didapat adalah kecewa dan sakit hati yang ada pada diri. Padahal banyak yang bisa kita hargai dari dalam diri kita. Tanpa perlu mendapat penghargaan dari orang lain.

Percayalah... Keletihan, kerapuhan, kelemahan, kesakitan dan sebagainya... Ternyata bisa kita lalui semua. Meski terkadang semua itu harus kita lalui terlebih dahulu dengan berurai air mata. Tak mengapa, bukankah air mata dicipta untuk mengungkapkan sebuah rasa? Karena tidak hanya bahagia saja yang ada di dunia.

"Engkau tidak akan bahagia dengan hanya berpindah dari satu tempat ke tempat lain... Tapi kembalilah pada rasa yang ada dalam dirimu agar engkau gembira." [Syaikh 'Aidh Al-Qarni]

"Kadang, bukan suasana yang harus diganti... Tapi rasa di dalam hati yang perlu kita perbaiki". [Tarbawi, 6 Mei 2010]

Maka, Sebagai seorang wanita dan pribadi yang mandiri... Kita harus lebih pintar mengontrol perasaan kita, bepikir logis, dan tidak gegabah dalam bertindak. Apabila kita sebagai wanita sudah merasa harga diri kita terlanjur hancur, sebagai akibat dari kurangnya penghargaan terhadap diri kita sendiri, ada baiknya untuk mencoba bangkit kembali dan berusaha lebih menghargai diri kita sebelum kita ingin dihargai orang lain.

Don’t waste your time.

Masih ada kesempatan... Untuk tidak terlalu terbuai oleh perasaan.

*Persembahan untuk saudariku, dimanapun berada... Berhentilah mengeluh dan bersinarlah ^_^

♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♫•*¨*•.¸¸ﷲ¸¸.•*¨*•♫♥♥♥♥♥♥♥♥♥♥
readmore »»  

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS